Photobucket Photobucket
LASQI-LPPSN
*** MEMBUKA WAWASAN TENTANG DUNIA NASYID PERKUSI SECARA KHUSUS DAN MENGULAS KONSEP MUSIK SECARA UMUM *** INSIGHT ON OPENING NASHEED PERCUSSION SPECIFICALLY AND TALK ABOUT THINGS RELATINGS MUSIC WITH GENERALLY *** BERBAGI PENGETAHUAN DAN PENGALAMAN DALAM KHASANAH NASYID PERKUSI *** SHARING KNOWLEDGE AND EXPERIENCE IN NASHEED PERCUSSION REPERTOIRE *** BERBAGI PENGETAHUAN, PENGALAMAN, BERITA, DAN APAPUN YANG MEMBERI PENCERAHAN DAN HARAPAN PADA PENCAPAIAN TERBAIK *** SHARING KNOWLEDGE, EXPERIENCE, NEWS, AND EVERYTHING THAT CAN GIVE ENLIGHTENING AND EXPECTATIONS ON BEST ACHIEVEMENT ***

Sabtu, 28 Mei 2011

PANDANGAN ISLAM TENTANG MUSIK DAN NYANYIAN

Suatu masalah yang menimpa mayoritas umat manusia termasuk umat Islam adalah masalah nyanyian dan musik. Terlepas dari hukum nyanyian dan musik tersebut, mayoritas umat manusia dan juga umat Islam menyukai sesuatu yang indah dan merdu didengar.

Secara fitrah manusia menyenangi suara gemercik air yang turun ke bawah, kicau burung dan suara binatang-binatang di alam bebas, senandung suara yang merdu dan suara alam lainnya. Nyanyian dan musik merupakan bagian dari seni yang menimbulkan keindahan, terutama bagi pendengaran.
Allah SWT menghalalkan bagi manusia untuk menikmati keindahan alam, mendengar suara-suara yang merdu dan indah, karena memang itu semua itu diciptakan untuk manusia.
Disisi lain Allah SWT telah mengharamkan sesuatu dan semuanya telah disebutkan dalam Al-Qur`an maupun hadits Rasulullah Saw.
Allah SWT menghalalkan yang baik dan mengharamkan yang buruk. Halal dan haram telah jelas.
● Rasulullah saw. bersabda:
`Sesungguhnya yang halal itu jelas dan yang haram itu jelas. Diantara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama dan kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram`. (HR Bukhari dan Muslim).
Sehingga jelaslah semua urusan bagi umat Islam. Allah SWT tidak membiarkan umat manusia hidup dalam kebingungan, semuanya telah diatur dalam Syariah Islam yang sangat jelas sebagaimana jelasnya matahari di siang hari.
Oleh karena itu semua manusia harus komitmen pada Syari`ah Islam yang merupakan pedoman hidup mereka.
Bagaimana Islam berbicara tentang nyanyian dan musik ?
Istilah yang biasa dipakai dalam madzhab Hanafi pada masalah nyanyian dan musik sudah masuk dalam ruang lingkup maa ta`ummu bihi balwa (sesuatu yang menimpa orang banyak).
Sehingga pembahasan tentang dua masalah ini harus tuntas. Dan dalam memutuskan hukum pada dua masalah tersebut, apakah halal atau haram, harus benar - benar berlandaskan dalil yang shahih (benar) dan sharih (jelas). Dan tajarud, yakni hanya tunduk dan mengikuti sumber landasan Islam saja yaitu Al- Qur`an, Sunnah yang shahih dan Ijma`. Tidak terpengaruh oleh watak atau kecenderungan perorangan dan adat-istiadat atau budaya suatu masyarakat.
Sebelum membahas pendapat para ulama tentang 2 masalah tersebut dan pembahasan dalilnya, kita perlu mendudukkan 2 masalah tersebut. Nyanyian dan musik dalam Fiqh Islam termasuk pada kategori muamalah atau urusan dunia dan bukan ibadah.
Sehingga terikat dengan kaidah:
1. Hukum dasar pada sesuatu (muamalah) adalah halal (mubah).
● Al-Baqarah (sapi betina) 29: `Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu`. Sehingga untuk memutuskan hukum haram pada masalah muamalah termasuk nyanyian dan musik harus didukung oleh landasan dalil yang shahih dan sharih.
● Rasulullah saw. bersabda:
`Sesungguhnya Allah `Aza wa Jalla telah menetapkan kewajiban, janganlah engkau lalaikan, menetapkan hudud, jangan engkau langgar, mengharamkan sesuatu jangan engkau lakukan. Dan diam atas sesuatu, sebagai rahmat untukmu dan tidak karena lupa, maka jangan engkau cari-cari (hukumnya) `. (HR Ad-Daruqutni).
Halal adalah sesuatu yang Allah halalkan dalam kitab-Nya. Dan haram adalah sesuatu yang Allah haramkan dalam kitab-Nya. Sedangkan yang Allah diamkan maka itu adalah sesuatu yang dima`afkan` (HR at-Tirmidzi, Ibnu Majah dan al-Hakim ).
Pada hukum nyanyian dan musik ada yang disepakati dan ada yang diperselisihkan.
Ulama sepakat mengharamkan nyanyian yang berisi syair-syair kotor, jorok dan cabul. Sebagaimana perkataan lain, secara umum yang kotor dan jorok diharamkan dalam Islam.
Ulama juga sepakat membolehkan nyanyian yang baik, menggugah semangat kerja dan tidak kotor, jorok dan mengundang syahwat, tidak dinyanyikan oleh wanita asing dan tanpa alat musik.
Adapaun selain itu para ulama berbeda pendapat, sbb:
Jumhur ulama menghalal-kan mendengar
nyanyian, tetapi berubah menjadi haram dalam kondisi berikut:
1. Jika disertai kemungkaran, seperti sambil minum khomr, berjudi dll.
2. Jika dikhawatirkan menimbulkan fitnah seperti menyebabkan timbul cinta birahi pada wanita atau sebaliknya.
3. Jika menyebabkan lalai dan meninggalkan kewajiban, seperti meninggalkan shalat atau menunda-nundanya, dll. Madzhab Maliki, asy-Syafi`i dan sebagian Hambali berpendapat bahwa mendengar nyanyian adalah makruh.
4. Jika mendengarnya dari wanita asing maka semakin makruh.
● Menurut Maliki bahwa mendengar nyanyian merusak muru`ah.
● Adapun menurut asy-Syafi`i karena mengandung lahwu.
Adapun ulama yang menghalalkan nyanyian, diantaranya: Abdullah bin Ja`far, Abdullah bin Zubair, Al-Mughirah bin Syu`bah, Usamah bin Zaid, Umran bin Hushain, Muawiyah bin Abi Sufyan, Atha bin Abi Ribah, Abu Bakar Al-Khallal, Abu Bakar Abdul Aziz, Al-Gazali dll.
Sehingga secara umum dapat disimpulkan bahwa para ulama menghalalkan bagi umat Islam mendengarkan nyanyian yang baik-baik jika terbebas dari segala macam yang diharamkan sebagaimana disebutkan diatas.
Sedangkan hukum yang terkait dengan menggunakan alat musik dan mendengarkannya.
Para ulama juga berbeda pendapat.
Jumhur ulama mengharamkan alat musik. Sesuai dengan beberapa hadits diantaranya, sbb:
" Sungguh akan ada di antara umatku, kaum yang menghalalkan zina, sutera, khamr dan alat-alat yang melalaikan ". (HR Bukhari).
● Dari Nafi bahwa Ibnu Umar mendengar suara seruling gembala, maka ia menutupi telingannya dengan dua jarinya dan mengalihkan kendaraannya dari jalan tersebut. Ia berkata:`Wahai Nafi` apakah engkau dengar?`. Saya menjawab:`Ya`. Kemudian melanjutkan berjalanannya sampai saya berkata :`Tidak`. Kemudian Ibnu Umar mengangkat tangannya, dan mengalihkan kendaraannya ke jalan lain dan berkata: Saya melihat Rasulullah saw. mendengar seruling gembala kemudian melakukan seperti ini` (HR Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majah).
● Dari Umar bin Hushain, bahwa Rasulullah saw. berkata tentang umat ini:` Gerhana, gempa dan fitnah. Berkata seseorang dari kaum muslimin:`Wahai Rasulullah kapan itu terjadi?` Rasul menjawab:` Jika biduanita, musik dan minuman keras dominan` (HR At-Tirmidzi).
Para ulama membicarakan dan memperselisihkan hadits-hadits tentang haramnya nyanyian dan musik.
1. Hadits pertama diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Shahihnya, dari Abi Malik Al Asy`ari ra. Hadits ini walaupun terdapat dalam hadits shahih Bukhori, tetapi para ulama memperselisihkannya. Banyak diantara mereka yang mengatakan bahwa hadits ini adalah mualaq (sanadnya terputus), diantaranya dikatakan oleh Ibnu Hazm.
Disamping itu diantara para ulama menyatakan bahwa matan dan sanad hadits ini tidak selamat dari kegoncangan (idhtirab). Katakanlah, bahwa hadits ini shohih, karena terdapat dalam hadits shohih Bukhori, tetapi nash dalam hadits ini masih bersifat umum, tidak menunjuk alat-alat tertentu dengan namanya. Batasan yang ada adalah bila ia melalaikan.
2. Hadits ke-2 dikatakan oleh Abu Dawud sebagai hadits mungkar.
Kalaupun hadits ini shohih, maka Rasulullah saw tidak jelas mengharamkannya. Bahkan Rasulullah saw mendengarkannya sebagaimana juga yang dilakukan oleh Ibnu Umar. 3. Sedangkan hadits ketiga adalah hadits ghorib.
Dan hadits-hadits lain yang terkait dengan hukum musik, jika diteliti ternyata tidak ada yang shohih. Adapun ulama yang menghalalkan musik sebagaimana diantaranya diungkapkan oleh Imam Asy-Syaukani dalam kitabnya, Nailul Authar adalah sbb:
● Ulama Madinah dan lainnya, seperti ulama Dzahiri dan jama`ah ahlu Sufi memberikan kemudahan pada nyanyian walaupun dengan gitar dan biola`.
● Juga diriwayatkan oleh Abu Manshur Al-Bagdadi As-Syafi`i dalam kitabnya bahwa Abdullah bin Ja`far menganggap bahwa nyanyi tidak apa-apa, bahkan membolehkan budak-budak wanita untuk menyanyi dan beliau sendiri mendengarkan alunan suaranya.
Dan hal itu terjadi di masa khilafah Amirul Mukminin Ali ra.
● Begitu juga Abu Manshur meriwayatkan hal serupa pada Qodhi Syuraikh, Said bin Al Musayyib, Atho bin abi Ribah, Az-Zuhri dan Asy-Sya`bi.
● Imam Al-Haramain dalam kitabnya, An-Nihayah dan Ibnu Abi Ad-Dunya yang menukil dari Al-Itsbaat Al-Muarikhiin; bahwa Abdullah bin Zubair memiliki budak-budak wanita dan gitar. Dan Ibnu Umar pernah kerumahnya ternyata disampingnya ada gitar , Ibnu Umar berkata:` Apa ini wahai sahabat Rasulullah saw. kemudian Ibnu Zubair mengambilkan untuknya, Ibnu Umar merenungi kemudian berkata:` Ini mizan Syami( alat musik) dari Syam?`. Berkata Ibnu Zubair: `Dengan ini akal seseorang bisa seimbang`. Dan diriwayatkan dari Ar-Rowayani dari Al-Qofaal bahwa madzhab Malik bin Anas membolehkan nyanyian dengan alat musik.
Demikianlah pendapat ulama tentang mendengarkan alat musik. Dan jika diteliti dengan cermat, maka ulama muta`akhirin yang mengharamkan alat musik karena mereka mengambil sikap waro`(hati-hati). Mereka melihat kerusakan yang timbul dimasanya.
Sedangkan ulama salaf dari kalangan sahabat dan tabi`in menghalalkan alat musik karena mereka melihat memang tidak ada dalil baik dari Al-Qur`an maupun hadits yang jelas mengharamkannya. Sehingga dikembalikan pada hukum asalnya yaitu mubah.
Oleh karena itu bagi umat Islam yang mendengarkan nyanyian dan musik harus memperhatikan faktor-faktor berikut:
1. Lirik Lagu yang Dilantunkan.
Hukum yang berkaitan dengan lirik ini adalah seperti hukum yang diberikan pada setiap ucapan dan ungkapan lainnya. Artinya, bila muatannya baik menurut syara`, maka hukumnya dibolehkan. Dan bila muatanya buruk menurut syara`, maka dilarang.
2. Alat Musik yang digunakan.
Sebagaimana telah diungkapkan di muka bahwa, hukum dasar yang berlaku dalam Islam adalah bahwa segala sesuatu pada dasarnya dibolehkan kecuali ada larangan yang jelas. Dengan ketentuan ini, maka alat-alat musik yang digunakan untuk mengiringi lirik nyanyian yang baik pada dasarnya dibolehkan.
Sedangkan alat musik yang disepakati bolehnya oleh jumhur ulama adalah ad-dhuf (alat musik yang dipukul). Adapun alat musik yang diharamkan untuk mendengarkannya, para ulama berbeda pendapat satu sama lain. Satu hal yang disepakati ialah semua alat itu diharamkan jika melalaikan.
3. Cara Penampilan.
Harus dijaga cara penampilannya tetap terjaga dari hal-hal yang dilarang syara` seperti pengeksposan cinta birahi, seks, pornografi dan ikhtilath.
4. Akibat yang Ditimbulkan.
Walaupun sesuatu itu mubah, namun bila diduga kuat mengakibatkan hal-hal yang diharamkan seperti melalaikan shalat, munculnya ulah penonton yang tidak Islami sebagi respon langsung dan sejenisnya, maka sesuatu tersebut menjadi terlarang pula. Sesuai dengan kaidah Saddu Adz dzaroi` (menutup pintu kemaksiatan).
5. Aspek Tasyabuh atau Keserupaan Dengan Orang Kafir.
Perangkat khusus, cara penyajian dan model khusus yang telah menjadi ciri kelompok pemusik tertentu yang jelas-jelas menyimpang dari garis Islam, harus dihindari agar tidak terperangkap dalam tasyabbuh dengan suatu kaum yang tidak dibenarkan.
● Rasulullah saw. bersabda:
" Siapa yang menyerupai suatu kaum maka ia termasuk mereka ". (HR Ahmad dan Abu Dawud).
6. Orang yang menyanyikan.
Haram bagi kaum muslimin yang sengaja mendengarkan nyanyian dari wanita yang bukan muhrimnya.
● Al-Ahzab (kaum sekutu) 32 : " Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik ".
Demikian kesimpulan tentang hukum nyanyian dan musik dalam Islam semoga bermanfaat bagi kaum muslimin dan menjadi panduan dalam kehidupan mereka. Amiin.

DCM Nasyid |su. KampusSyariah |su. Referensi-ilmu.blogspot.com |Perubahan seperlunya

Jumat, 27 Mei 2011

Nasyid Yang memakai Alat Musik Adalah Haram (menurut fatwa para ulama arab saudi) Oleh Majalah As Sunnah

Soal:
Bagaimana hukum terhadap nasyid yang sekarang ini beredar dan berkembang di tengah-tengah masyarakat (ikhwan dan akhwat). Jika diperbolehkan, apa syarat dan dalilnya apa? Tolong juga sertakan fatwa-fatwa para ulama tentangnya.

Jawab:
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, perlu kami sampaikan bahwa mayoritas ulama -termasuk imam empat- berpendapat haramnya memainkan alat musik. Bahkan dalam hal ini tidak diketahui adanya khilaf (perbedaan pendapat) di kalangan Salaf. Walapun ada sebagian Khalaf membolehkannya, namun yang benar adalah pendapat Salaf. Diantara dalil yang mereka bawakan ialah:

Dari Abdurrahman bin Ghanm Al Asy'ari, dia berkata: Abu 'Amir atau Abu Malik Al Asy'ari telah menceritakan kepadaku, demi Allah dia tidak berdusta kepadaku, dia telah mendengar Nabi bersabda, "Benar-benar akan ada beberapa kelompok orang dari umatku akan menghalalkan kemaluan, sutera, khamr, dan alat-alat musik. Dan beberapa kelompok orang benar-benar akan singgah ke lereng sebuah gunung dengan binatang ternak mereka. Seorang yang miskin mendatangi mereka untuk satu keperluan, lalu mereka berkata, 'Kembalilah kepada kami besok'. Kemudian Allah menimpakan siksaan kepada mereka pada waktu malam, menimpakan gunung (kepada sebagian mereka), dan merubah yang lainnya menjadi kera-kera dan babi-babi sampai hari kiamat."[Hadits shahih, riwayat Bukhari dalam Shahih-nya, kitab Al Asyribah; dan lainnya).
Ibnu Hazm men-dhaifkan hadits ini -dan diikuti oleh sebagian orang sekarang- dengan anggapan, bahwa sanad hadits ini terputus antara Bukhari dengan Hisyam bin 'Ammar. Hal ini tidak benar, karena Hisyam adalah syaikh (guru) Imam Bukhari. Selain itu banyak perawi lain yang mendengar hadits ini dari Hisyam. [Lihat Tahrim Alat Ath Tharb, hal. 38-51, karya Syaikh Al Albani.]

Maka jika nasyid itu diiringi alat musik, maka hukumnya haram. Permainan alat musik yang dikecualikan dari hukum haram, hanyalah rebana yang dimainkan oleh wanita pada saat hari raya atau sewaktu walimah pernikahan. Dengan syarat, isi nyanyiannya tidak mengandung kemungkaran atau mengajak kepada kemungkaran
Adapun nasyid yang tidak diringi alat musik, maka di bawah ini diantara fatwa para ulama sekarang:

Pendapat Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani.
Beliau membicarakan masalah nasyid ini dalam kitab Tahrim Alat Ath Tharb, hal. 182-182. Sebelum menyampaikan masalah nasyid, beliau menjelaskan tentang nyanyian Shufi. Karena eratnya hubungan antara keduanya. Kami akan meringkas pokok-pokok yang disampaikan Syaikh tentang nyanyian Shufi. Kemudian, kami akan menukilkan penjelasan Beliau tentang nasyid.

Beliau menyatakan, bahwa kita tidak boleh beribadah kepada siapapun kecuali hanya kepada Allah, sebagai realisasi syahadat Laa ilaaha illa Allah. Dan kita tidak boleh beribadah atau mendekatkan diri kepada Allah, kecuali dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah sebagai realisasi syahadat Muhammad Rasulullah. Dan kecintaan Allah hanya dapat diraih dengan mengikuti Nabi Muhammad.

Kemudian beliau berkata, "Jika hal ini telah diketahui, maka berdasarkan sabda Nabi: Agama itu nasihat. [HR Muslim dari Tamim Ad Dari.] Aku merasa berkewajiban mengingatkan saudara-saudara kami yang tertimpa musibah (karena) memperdengarkan atau mendengarkan nyanyian Shufi, atau yang mereka sebut 'nasyid-nasyid keagamaan', dengan nasihat sebagai berikut:
Pertama. Termasuk perkara yang tidak diragukan dan tidak samar oleh seorang 'alim-pun, dari kalangan ulama kaum muslimin yang mengetahui dengan sebenarnya terhadap fiqih Al Kitab dan As Sunnah, serta manhaj Salafush Shalih. Bahwa nyanyian Shufi merupakan perkara baru, tidak dikenal pada generasi-generasi yang disaksikan kebaikannya. [Yaitu generasi sahabat, tabi'in dan tabi'ut tabi'in.]

Kedua. Sesungguhnya, termasuk perkara yang sudah diterima (perkara pasti) di kalangan ulama, bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan apa-apa yang dibawa oleh Rasulullah.

Ketiga. Termasuk perkara yang pasti di kalangan ulama, (yaitu) tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah dengan cara-cara yang tidak disyari'atkan oleh Allah, walaupun pada asalnya hal itu disyari'atkan. Contohnya: adzan untuk shalat dua hari raya (padahal disyari'atkan adzan hanyalah untuk shalat wajib-pen); shalat raghaib; shalawat di saat bersin; dan lain-lain.
Jika (ketiga) hal itu telah diketahui, maka mendekatkan diri kepada Allah dengan perkara yang diharamkan Allah (seperti orang-orang Shufi yang bermain musik untuk mendekatkan diri kepada Allah, pen.) lebih utama sebagai hal yang diharamkan, bahkan sangat diharamkan. Karena dalam masalah tersebut terdapat penyelisihan dan penentangan terhadap syari'at. Bahkan, pada nyanyian Shufi terdapat perbuatan yang menyerupai orang-orang kafir; dari kalangan Nashara dan lainnya.

Oleh karena itu para ulama -dahulu dan sekarang- sangat keras mengingkari mereka." [Diringkas dari kitab Tahrim Alat Ath Tharb, hal. 158-163.]

Kemudian Syaikh Al Albani menukilkan perkataan para ulama yang mengingkari nyanyian Shufi tersebut. Setelah itu beliau menjelaskan masalah nasyid, dengan menyatakan,"Dari fashl ke tujuh, telah jelas (tentang) sya'ir yang boleh dinyanyikan dan yang tidak boleh. Sebagaimana telah jelas pada (keterangan) yang sebelumnya, tentang haramnya semua alat musik, kecuali rebana untuk wanita pada hari raya dan pernikahan.

Dan dari fashl yang terakhir telah jelas, bahwa tidak boleh mendekatkan diri kepada Allah, kecuali dengan apa yang telah di-syari'atkan Allah. Maka, bagaimana mungkin dibolehkan mendekatkan diri kepadaNya dengan sesuatu yang diharamkan?

Oleh karena itulah, para ulama mengharamkan nyanyian Shufi. Sangat keras pengingkaran mereka terhadap orang-orang yang menghalalkannya.

Jika pembaca dapat mengingat-ingat prinsip-prinsip yang kokoh ini di dalam fikirannya. Maka, jelaslah baginya -dengan sangat nyata- bahwa tidak ada perbedaan hukum antara nyanyian Shufi dengan nasyid-nasyid keagamaan.

Bahkan terkadang, dalam nasyid-nasyid ini terdapat cacat yang lain. Yaitu, nasyid didendangkan dengan irama lagu-lagu tak bermoral, mengikuti kaidah-kaidah musik dari Barat atau Timur, yang dapat membawa pendengar untuk bergoyang, berdansa, dan melewati batas. Sehingga tujuannya ialah irama dan goyang, bukan semata-mata nasyidnya. Hal seperti ini merupakan penyelewengan yang baru. Yaitu menyerupai orang-orang kafir dan orang-orang yang tidak tahu malu.

Di sebalik itu, juga memunculkan penyimpangan lain. Yaitu menyerupai orang-orang kafir dalam berpaling dan meninggalkan Al Qur'an. Sehingga mereka masuk ke dalam keumuman pengaduan Rasulullah kepada Allah tentang kaumnya, sebagaimana dalam firman Allah,

Berkatalah Rasul,"Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan." (QS Al Furqan:30).

Aku (Syaikh Al Albani) benar-benar selalu ingat dengan baik. Ketika aku berada di Damaskus -dua tahun sebelum hijrahku ke sini (Amman, Yordania)- ada sebagian pemuda muslim mulai menyanyikan nasyid-nasyid yang bersih (dari penyimpangan). Hal itu dimaksudkan untuk melawan nyanyian Shufi (yang menyimpang), seperti qasidah-qasidah Al Bushiri dan lainnya. Nasyid-nasyid itu direkam pada kaset. Kemudian tidak berapa lama, nasyid-nasyid itu diiringi dengan pukulan rebana. Untuk pertama kalinya, mereka mempergunakannya pada perayaan-perayaan pernikahan, dengan landasan bahwa rebana dibolehkan pada pernikahan.

Kemudian kaset itupun menyebar dan digandakan menjadi banyak kaset. Dan itupun tersebar penggunaannya di banyak rumah. Mulailah mereka mendengarkannya malam dan siang, baik ada acara ataupun tidak. Jadilah hal itu hiburan dan kebiasaan mereka. Tidaklah hal itu terjadi, kecuali karena dominasi hawa-nafsu dan kebodohan terhadap tipuan-tipuan syaitan. Sehingga syaitan memalingkan mereka dari memperhatikan dan mendengarkan Al Qur'an, apalagi mempelajarinya. Jadilah Al Qur'an sebagai sesuatu yang diacuhkan, sebagaimana tersebut di dalam ayat yang mulia tadi.

Al Hafidz Ibnu Katsir berkata di dalam tafsirnya 3/317, "Allah berfirman memberitakan tentang RasulNya, NabiNya, Muhammad, bahwa beliau berkata,'Ya Rabbku, sesungguhnya kaumku telah menjadikan Al Qur'an ini sesuatu yang tidak diacuhkan,' hal itu karena orang-orang musyrik tidak mau mendengar Al Qur'an dan mendengarkannya; Sebagaimana Allah berfirman,
Dan orang-orang yang kafir berkata,"Janganlah kamu mendengar Al Qur'an ini dengan sungguh-sungguh dan buatlah hiruk-pikuk terhadapnya … " (QS Fushshilat:26).

Kebiasaan orang-orang musyrik dahulu, jika dibacakan Al Qur'an, mereka memperbanyak kegaduhan dan pembicaraan tentang selain Al Qur'an. Sehingga mereka tidak mendengarnya. Maka, ini termasuk sikap mereka yang mengacuhkannya, tidak mengimaninya. Tidak meyakini Al Qur'an termasuk mengacuhkannya. Tidak merenungkan dan memahami Al Qur'an termasuk mengacuhkannya. Tidak mengamalkan Al Qur'an, tidak menjalankan perintahnya, dan tidak menjauhi larangannya, termasuk mengacuhkannya. Dan menyimpang dari Al Qur'an kepada selainnya, yang berupa sya'ir, pendapat, nyanyian, permainan, perkataan, atau jalan (teori) yang diambil dari selainnya, termasuk mengacuhkan Al Qur'an.

Maka kami mohon kepada Allah Yang Maha Pemurah, Pemberi karunia, Yang Maha Kuasa terhadap apa yang Dia kehendaki, agar membersihkan kita dari apa-apa yang Dia murkai. Memudahkan kita mengamalkan apa yang Dia ridhai. Berupa menjaga kitabNya, memahaminya, dan melaksanakan kandungannya, pada waktu malam dan siang, sesuai dengan maksud yang Dia cintai dan ridhai. Sesungguhnya Dia Maha Pemurah dan Pemberi."[Sampai disini nukilan dari Ibnu Katsir, sekaligus selesailah perkataan Syaikh Al Albani. Tahrim Alat Ath Tharb, hal.182-182.]

(sumber: Majalah As Sunnah Edisi 12/Tahun VI/1423H-2003M)


Pendapat Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan

Syaikh Shalih bin Fauzan Al Fauzan ditanya masalah ini, dengan teks pertanyaan sebagai berikut: Banyak pembicaraan tentang nasyid-nasyid Islami. Disana ada orang yang memfatwakan tentang bolehnya. Dan ada juga yang menyatakan, bahwa nasyid-nasyid Islami itu sebagai ganti kaset-kaset lagu-lagu. Maka, bagaimanakah pendapat anda (wahai Syaikh) yang terhormat?

Beliau menjawab,Penamaan ini tidak benar. Itu merupakan penamaan yang baru. Tidak ada yang dinamakan nasyid-nasyid Islami di dalam kitab-kitab Salaf, dan para ulama yang perkataannya terpercaya. Yang telah dikenal, bahwa orang-orang Shufi-lah yang telah menjadikan nasyid-nasyid sebagai agama bagi mereka. Itulah yang mereka namakan dengan samaa'.

Pada zaman kita, ketika banyak golongan-golongan dan kelompok-kelompok, jadilah setiap kelompok memiliki nasyid-nasyid pemberi semangat. Mereka terkadang memberinya nama dengan nasyid-nasyid Islami. Penamaan ini tidak benar. Berdasarkan ini, maka tidak boleh memiliki nasyid-nasyid ini ataupun meramaikannya di tengah-tengah orang banyak. Wabillahit taufiq.[Majalah Ad Da'wah, no. 1632, 7 Dzulqa'dah 1418. Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 37]

Pendapat Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin ditanya:
Apa hukum mendengarkan nasyid-nasyid? Bolehkah seorang da'i mendengarkan nasyid-nasyid Islami?

Beliau menjawab, Aku sudah lama mendengar nasyid-nasyid islami, dan tidak ada padanya sesuatu yang harus dijauhi. Tetapi, akhir-akhir ini aku mendengarnya, lalu aku mendapatinya (telah) dilagukan dan didendangkan menurut irama lagu-lagu yang diiringi musik. Maka nasyid-nasyid dalam bentuk seperti ini, aku tidak berpendapat: orang boleh mendengarkannya.
Namun, jika nasyid-nasyid itu spontanitas, dengan tanpa irama dan lagu, maka mendengarkannya tidak mengapa. Tetapi dengan syarat, tidak menjadikannya kebiasaan selalu mendengarkannya.

Syarat yang lain. Janganlah menjadikan hatinya (seolah) tidak memperoleh manfaat, kecuali dengannya, dan tidak mendapatkan nasihat kecuali dengannya. Karena dengan menjadikannya kebiasaan, maka ia telah meninggalkan yang lebih penting. Dan dengan tidak memperoleh manfaat, serta tidak mendapatkan nasihat kecuali dengannya, berarti ia menyimpang dari nasihat yang paling agung. Yaitu, apa-apa yang tersebut di dalam kitab Allah dan Sunnah RasulNya.

Jika terkadang ia mendengarkannya (nasyid yang tidak mengandung larangan), atau ketika ia sedang menyopir mobilnya di perjalanan, dan ingin menghibur dalam perjalanan, maka ini tidak mengapa.[Kitab Ash Shahwah Al Islamiyyah, hal. 123. Disusun Abu Anas Ali bin Hasan Abu Luz; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 39]

Di tempat lain beliau berkata,Melagukan nasyid Islam adalah melagukan nasyid yang bid'ah, yang diada-adakan oleh orang-orang Shufi. Oleh karena inilah sepantasnya meninggalkannya, dan beralih kepada nasihat-nasihat Al Qur'an dan As Sunnah.

Demi Allah, kecuali jika hal itu pada tempat-tempat peperangan untuk mengobarkan keberanian dan jihad fii sabilillah, maka ini baik. Jika nasyid itu diiringi dengan rebana (apalagi alat musik yang lain-pen), maka hal itu lebih jauh dari kebenaran.[Dari Fatawa Aqidah, hal. 651, no: 369, Penerbit Maktabah As Sunnah; Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 40.]

Pendapat Syaikh Ahmad bin Yahya bin Muhammad An Najmi

Beliau berkata,Kritikan ke sembilan belas (terhadap manhaj-manhaj dakwah yang ada di kalangan kaum muslimin, pen); Memperbanyak nasyid-nasyid, pada waktu malam dan siang, dan menyanyikannya. Yaitu melagukannya.

Aku tidak mengharamkan mendengarkan sya'ir, karena Nabi pernah mendengarkannya. Tetapi mereka itu -dalam masalah nasyid- meniti jalan orang-orang Shufi dalam nyanyian mereka -yang menurut anggapan mereka- membangkitkan perasaan.

Ibnul Jauzi telah menyebutkan di dalam kitab Naqdul Ilmi wal Ulama, hal. 230, dari Asy Syafi'i yang berkata,'Aku meninggalkan Iraq, (sedangkan di sana) ada sesuatu yang diada-adakan oleh Zanadiqah (orang-orang munafiq, menyimpang). Mereka menyibukkan manusia dengannya dari Al Qur'an. Mereka menamakannya dengan taghbiir.'

(Ibnul Jauzi menyatakan) Abu Manshur Al Azhari mengatakan, 'Al Mughbirah ialah satu kaum yang mengulang-ulang dzikrullah, doa, dan permohonan (kepada Allah). Sya'ir tentang dzikrullah yang mereka nyanyikan disebut taghbiir. Seolah-olah ketika orang banyak menyaksikan sya'ir-sya'ir yang dilagukan itu, mereka bergoyang dan berdansa. Maka, merekapun dinamakan mughbirah dengan makna ini.'

Az Zujaj berkata,'Mereka dinamakan mughbirin (orang-orang yang melakukan taghbiir), karena mereka mengajak manusia zuhud dari barang fana di dunia ini, dan mendorong mereka tentang akhirat.'

Aku (Syaikh Ahmad bin Yahya) katakan: Perkara orang-orang Shufi itu mengherankan. Mereka menyangka mengajak manusia zuhud di dunia ini dengan nyanyian, dan mendorong mereka tentang akhirat dengan nyanyian. Apakah nyanyian itu menyebabkan zuhud di dunia ini, dan mendorong masalah akhirat? Atau sebaliknya itu yang benar?!

Aku tidak ragu, dan semua orang yang memahami dari Allah dan RasulNya tidak meragukan. Bahwasanya nyanyian hanyalah akan mendorong kepada dunia dan menjadikan zuhud terhadap akhirat, juga merusak akhlak.

Dengan tambahan, jika mereka niatkan untuk mendorong tentang akhirat, maka hal itu ibadah. Sedangkan ibadah, jika tidak disyari'atkan oleh Allah dan RasulNya, maka merupakan bid'ah yang baru. Oleh karena inilah kami katakan: Sesungguhnya nasyid-nasyid adalah bid'ah. [Dari kitab beliau Al Mauridul 'Adzbil Zilal, hal. 196, diberi pengantar oleh Syaikh Rabi' bin Hadi dan Syaikh Shalih Al Fauzan. Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 42-43.]

Pendapat Syaikh Shalih bin Abdul Aziz Alu Asy Syaikh

Adapun mendengarkan nyanyian-nyanyian yang dilagukan dan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud; inilah yang dinamakan pada zaman dahulu dengan taghbiir. Hal itu, sejenis memukul kulit dan menyanyikan qasidah-qasidah yang mengajak zuhud. Dilakukan oleh sekelompok orang-orang Shufi untuk menyibukkan manusia dengan qasidah-qasidah yang mendorong kepada negeri akhirat dan zuhud di dunia, meninggalkan nyanyian (umum), kemaksiatan, dan semacamnya.

Para ulama telah mengingkari taghbiir dan mendengarkan qasidah-qasidah yang dilagukan, yakni dengan lagu-lagu bid'ah. Lagu-lagu orang-orang Shufi yang menyerupai nyanyian. Para ulama memandangnya termasuk bid'ah. Alasan, bahwa hal itu bid'ah, (sudah) jelas. Karena hal itu ditujukan untuk mendekatkan diri kepada Allah. Padahal sudah diketahui, bahwa mendekatkan diri kepada Allah tidak boleh kecuali dengan apa yang Dia syari'atkan. Inilah qasidah-qasidah yang dilakukan pada zaman dahulu. Dan pada zaman sekarang diambil oleh orang-orang Shufi. Ini adalah bid'ah, yang diada-adakan. Tidak boleh melembutkan hati dengannya. [Dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 44.]

Pendapat Syaikh Bakr Abu Zaid

Beribadah dengan sya'ir dan bernasyid dalam bentuk dzikir, doa, dan wirid-wirid merupakan bid'ah yang baru. Pada akhir-akhir abad dua hijriyah, orang-orang zindiq memasukkannya ke dalam kaum muslimin di kota Baghdad dengan nama taghbiir. Asalnya dari perbuatan Nashara dalam peribadahan-peribadahan mereka yang bid'ah dan nyanyian-nyanyian mereka.

Bahkan jelas bagiku, bahwa beribadah dengan menyanyikan sya'ir, mengucapkannya sebagai mantra, termasuk warisan-warisan paganisme Yunani sebelum diutusnya Nabi Isa. Karena kebiasaan orang-orang Yunani dan orang-orang musyrik yang lain mendendangkan nyanyian permohonan perlindungan dan mantra-mantra kepada Hurmus di majelis-majelis dzikir.

Maka lihatlah, bagaimana bid'ah ini menjalar kepada orang-orang Shufi yang bodoh dari kalangan kaum muslimin dengan sanad paling rusak yang dikenal dunia, yaitu orang zindiq, dari orang Nashrani, dari orang musyrik. Setelah ini, bolehkah seorang muslim menjadikan nasyid sebagai wirid, tugas dalam dzikir, hijb, dan mantra? [Dari kitab Tash-hihud Du'a, hal. 96; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 45.]

Sebelumnya, beliau juga menyebutkan bid'ah-bid'ah yang banyak dilakukan oleh orang-orang yang berdzikir dan berdoa, sebagai berikut:
· Bergoyang, bergerak, dan bergoncang di saat dzikir dan doa, sebagaimana perbuatan orang-orang Yahudi.
· Dzikir dan doa dengan lagu-lagu dan irama-irama, sebagaimana perbuatan orang-orang Yahudi.
· Dzikir dan doa dengan keras dan teriakan, sebagaimana perbuatan orang-orang Shufi yang sesat.
· Beribadah dengan sya'ir dan bernasyid, sebagaimana perbuatan orang-orang Shufi yang sesat.
· Tepuk tangan bersama dzikir dan doa, sebagaimana perbuatan orang-orang musyrik, dan orang-orang Shufi yang sesat mengambil dari mereka.[Dari kitab Tash-hihud Du'a, hal. 78; dinukil dari Al Qaulul Mufid Fii Hukmil Anasyid, hal. 46.]

Demikianlah diantara fatwa-fatwa ulama tentang nasyid. Semoga bermanfaat untuk kita semua.
(sumber: Majalah As Sunnah Edisi 12/Tahun VI/1423H-2003M)

DCM Nasyid | su. www.mawarmerah.com | su. www.tomy-gnt.blogspot.com

Kamis, 19 Mei 2011

MALAM PENUTUPAN FMN DAN FSQ TINGKAT NASIONAL 2011 DI MATARAM

Setelah berlangsung 4 hari sejak dibuka tanggal 15 Mei 2011, akhirnya Festiival Maulid Nusantara VI dan Festival Qasidah Tingkat Nasional XVI Tahun 2011 akhirnya ditutup secara resmi oleh Gubernur NTB – Dr. TGH. M. Zainul Majdi.

Penutupan Festival yang berlangsung malam Kamis, 18/5/2011 sangat meriah. Ribuan masyarakat berbaur dengan kontingen dari 30 provinsi di lapangan Umum Mataram.

Menurut Gubernur NTB, Festival Maulid Nusantara VI yang digelar di NTB ini merupakan pagelaran terbaik dan paling meriah dari FMN sebelumnya. Menurutnya kegiatan ini mengandung nilai-nilai positif dan nilai Islami. Dan tentu nilai-nilai ini sangat dibutuhkan dan diterima secara positif oleh masyarakat. Budaya Islam pada tatanan seni dan atraksi budaya tak kalah menarik dengan budaya lain. Kegiatan ini memperkokoh nilai-nilai Islam dan ke Indonesia – an.

Lebih lanjut, penyelenggaraan Festival Maulid Nasional ini terbilang sukses. Event yang dipusatkan di Lapangan Umum Kota Mataram ini mendapat sambutan luar biasa dari masyarakat. Kegiatan ini menjadi hiburan tersendiri bagi masyarakat, khususnya warga Kota Mataram. Ribuan orang warga memadati acara di Lapangan Umum Kota Mataram.

Masyarakat yang datang, tidak hanya menyaksikan hiburan yang disuguhkan oleh panitia sebagai hiburan penutupan, tapi juga dimanfaatkan sebagai hiburan bersama keluarga, sanak keluarga, dan kerabat.

Sementara itu menurut Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB – Drs. Lalu Gita Aryadi, M.Si pelaksanaan Festival Maulid Nusantara VI dan Festival Qasidah Tingkat Nasional XVI ini sejak dibuka oleh Gubernur NTB sampai menjelang bahkan penutupan sangat luar biasa sambutan masyarakat. Dan ini yang paling sukses dibandingkan dengan pelaksanaan event-event sebelumnya.

Untuk itu jelas gita, saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung suksesnya pelaksanaan acara ini. Kesuksesan dan keberhasilan pagelaran event ini tidak terlepas dari partisipasi dan dukungan semua komponen masyarakat NTB, tidak terkecuali Gubernur NTB, Wakil Gubernur NTB, Walikota dan stakeholders lainnya.

Gita juga menyampaikan permohonan maaf kepada semua kontingen dari 30 Provinsi dan seluruh masyarakat apabila dalam pelayanan yang diberikan kurang memuaskan. Atas nama panitia menyampaikan permohonan maaf, jelas gita sekaligus mengakhiri laporannya.

Dalam pagelaran Festival Maulid Nusantara VI dan Festival Qasidah Tingkat Nasional XVI, tampil keluar sebagai juara Umum dari Kontingen DKI Jakarta, diikkuti utusan Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam, dan Provinsi NTB berhasil meraih posisi ketiga.



Indonesia.go.id | s.u : DCM Nasyid

Rabu, 11 Mei 2011

AKU DAN TAKDIR CINTA

Beberapa tahun yang lalu aku adalah bahagian dari remaja yang penuh semangat, egois, merasa serba bisa dan punya impian yang panjang sampai menembus batas logika. Rasa penasaran yang selalu berapi-api tentang apa saja yang menarik perhatianku, namun begitu aku sudah mengetahui tentangnya maka perlahan rasa berkobar itu meredup bagai lilin yang habis dibakar api, dan akhirnya rasa penasaran itu sirna.

Sampai pada waktunya aku menemukan sesuatu yang sebelumnya tak pernah terfikirkan maupun tersebar melalui kabar burung yang berkicau. Pertemuanku dengannya tidak terlalu dramatis seperti pertempuran dalam film "Combat and Color" era tahun 90-an. Tidak juga seromantis kisah "Romeo and Juliet" yang digubah oleh "William Shakespeare". Kisah pertemuanku dengannya sangat sederhana dan tanpa disengaja. Namun kisah ini tidak sesederhana kisah lakon dalam pertunjukan teater rakyat di "Taman Mini indonesia Indah" yang mungkin akan berkutat di satu atau dua pentas saja, kisah yang aku lalui adalah di halaman kehidupan dengan pentas hamparan Bumi.


Mungkin sebenarnya boleh dibilang aku "dipaksa" untuk bertemu dengannya. Aku sendiri tidak mengerti mengapa aku harus benar-benar bertemu dengannya bahkan aku menganggap ini bahagian dari ide yang buruk sepanjang rencana hidupku. Seolah-olah seperti fungsi tuth TAB pada papan keyboard komputer pertemuan awalku dengannya nyaris datang dengan kesan "BURU-BURU". Ada seseorang yang bertanggung jawab tentang pertemuanku dengannya, tapi aku tidak akan menceritakan tentangnya dalam Story Of Love ku ini.


Sungguh tak terduga ternyata aku tak cukup hanya dipertemukan dengannya. AKU MALAH SERUMAH DENGANNYA UNTUK BEBERAPA WAKTU ! Oh Sial...!!! Aku mencoba untuk bersabar dan mencoba untuk tetap akrab dan menjalin hubungan yang baik dengannya. Aku merasakan dia memang benar-benar ingin mengambil perhatianku, dia coba-coba mencuri hatiku.....malah sepertinya dia menginginkan aku mengungkapkan rasa cinta seperti dalam film "Kuch-Kuch Hota Hai" yang dibintangi oleh Sakh Rukh Khan dan kawan-kawan. Ooo...tidak bisa...dia terlalu berharap untuk itu.


Semakin lama aku merasa menjadi orang paling konyol di dunia karena harus berlama-lama dengannya. Ini gila, aku benar-benar hilang kendali. Aku bertekad untuk segera menjauh darinya dan sudah kufikirkan matang-matang, bahkan apapun yang terjadi. Diam-diam aku mempersiapkan misi pelarian itu, walaupun beberapa teman yang tahu rencana ini melarangku karena bisa membuat sakit hati orang yang telah mempertemukanku dengannya..tapi tekadku sudah bulat.


Sepertinya pelarian itu sukses. Aku benar-benar jauh darinya. Hari-hari indah yang kudambakan akhirnya tercapai sudah. Tapi tak berapa lama aku merasakan ada yang seharusnya tidak turut serta dalam pelarian itu, yaitu bayang-bayang tentangnya. Wajah bulatnya,senyum dan riangnya tiba-tiba bermain-main dalam benakku. Aku mencoba meyakinkan diri bahwa ini adalah kesalahan yang seharusnya tak perlu kualami. Tapi, semakin aku mencoba melupakannya semakin dalam ia masuk kedalam benakku. Gelisah....aku gelisah. Entah apa yang membuatku akhirnya memutuskan untuk kembali menemuinya. Dan aku ternyata benar-benar datang menemuinya....


Pertemuan itu terasa ganjil. Entah apa alasannya tiba-tiba aku merasa haru. Ya Tuhan, ingin rasanya kupeluk erat tapi...itu tak mungkin. Apakah aku telah jatuh cinta????? Ini pertanyaan umum yang selalu dilontarkan oleh mereka yang sedang kasmaran. Dan aku tahu...aku jatuh cinta..tapi bukan pada pandangan pertama. Cintaku padanya cinta yang berat, melewati aral rintang hati yang tak biasa dalam kisah sejatinya.


Dengan suka cita kulewati hari-hari dengannya. Andai saja waktu itu kisahku ini digubah menjadi sebuah film, tak diragukan lagi film ini akan mampu bersaing dengan film-film cinta Bollywood dari India. Bagiku, kisah cinta ini luar biasa. Aku tak pernah tahu bahkan tak pernah memprediksi bahwa setelah pertemuanku dengannya akan ada banyak perubahan dalam hidupku. Hari-hari yang berbeda dalam rencana masa lalu. Hari-hari yang berbeda dalam kisah yang semestinya lebih dari sekedar "rencana".


Oh...aku hampir lupa mengenalkannya pada Anda, dia dalam kisah cintaku yang rumit ini bernama "nasyid".







Tentang Penulis :

  • Kesenian nasyid (standar) datang belakangan setelah penulis menggeluti seni lukis dan komik pada masa pra SD dan SD.
  • Kesenian musik mulai masuk dalam daftar hobi saat penulis akan menamatkan pendidikan SD dan hobi ini berlanjut pada masa SLTP. Berbarengan dengan belajar Tilawah dan sastra.
  • Masa awal SLTA adalah pertemuan dengan seni nasyid (standar) resmi yang pertama. Namun masa awal SLTA lebih banyak diisi dengan kegiatan cipta lagu, musik dan puisi.
  • Pada masa kuliyah Musik di Unimed, penulis menggubah beberapa jenis tempo, koor, teori perkusi rebana dan instrumentalia (salah satunya DCM Orcestra 2) yang diimplementasikan pada koor Nawarti Ayyam di FSN Langkat 2007, koor 'Ala Bali di FSN AH. Medan 2008)
  • Setiap hari penulis jatuh cinta dengannya...sampai detik ini. ;)

Minggu, 08 Mei 2011

SANG MAESTRO MUSIK NASYID DAN ARABIAN SUMATERA UTARA

Prof. H. Ahmad Baqi. Mungkin, belum disebut Nasyider sejati kalau belum mengenal tentangnya. Dia adalah salah satu musisi besar Sumatera Utara khususnya dalam irama musik gambus. Karya-karyanya sampai detik ini masih melekat dilubuk hati masyarakat pencinta musik gambus. Bahkan bisa dikatakan belum ada musisi gambus generasi baru Sumatera Utara yang pantas disandingkan dengan beliau. Karyanya berpijak pada kekuatan syair dan beliau benar-benar berhasil mengkolaborasi musik arabik dengan melayu, sehingga musik yang dihasilkannya begitu khas.

Prof (HC) Datuk AHMAD BAQI ( 17 Juli 1922 – 20 Januari 1999). Putra dari Abdul Majid, Mufti Kesultanan Deli. Ahmad Baqi dikenal sebagai pemusik dan pencipta lagu-lagu Melayu berirama nasyid ala padang pasir. Sejak tahun 1940-an, setidaknya telah menciptakan bertumpuk lagu dalam partiturnya. Atikah Rahman (Istri A Wahab Dalimunthe) yang bergabung dalam orkes El Suraya, menyanyikan lagu ‘Selimut Putih’ yang direkam kala itu dan sangat popular. Lagu tersebut merupakan arransemen langsung dari Ahmad Baqi dengan lirik Ustaz Haji Mohammad Ghazali Hasan. Tidak sedikit lagu yang masih terhafal bagi peminat irama nasyid, adalah karya cipta dari Ahmad Baqi, sebut saja lagu ‘Madah Terakhir’. “Sahabat, biarlah daku pergi, berjalan menuju Pangkalan …”, ini merupakan syair dari “Tersiksa Dalam Kenangan” yang diciptakan maestro musik religi Sumatera Utara ini. Lagu itu diciptakan Ahmad Baqi, sesaat sebelum ia mengambil sajadahnya untuk shalat tahajud malam di awal Syawal tahun 1999, menutup pengabdiannya untuk menghadap Sang Khalik.

Sayangnya, Sang Profesor lebih dihargai di negeri orang daripada negeri sendiri. Prof. H. Ahmad Baqi mendapat gelar Profesor Honoris Causa di bidang musik dari Pemerintah Malaysia tahun 1978. Gelar itu diberikan Datuk Asri, Menteri Besar Malaysia, setelah lagu “Selimut Putih”, yang bercerita tentang kematian dan membuat merinding seantero pelosok ranah Melayu, pertama kali dikeluarkan tahun 1977. Delapan belas tahun kemudian, tepatnya di tahun 1995, pemerintah Malaysia memberinya gelar Datuk yang diberi oleh Menteri Besar Sabah. Dua tahun sebelum wafat, ia diberi gelar ASDK (Ahli Setia Darjah Kota Kinabalu) oleh kerajaan Sabah Malaysia (1997). Kali itu, beliau yang lahir pada 17 Juli 1922, sudah berumur 75 tahun. Sampai detik ini lagu-lagu beliau tetap eksis sebagai lagu yang difestivalkan dalam berbagai ajang festival nasyid.

Berbagai sumber | DCM Nasyid; perubahan seperlunya